YOGYAKARTA, Joglo News – Isu mengenai penunjukan gubernur wanita di Jogja menarik perhatian berbagai kalangan, termasuk akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sebab, mekanisme penetapan gubernur di Jogja berbeda dengan daerah lain di Indonesia.
Pakar Ilmu Politik UGM, Mada Sukmajati mengungkapkan, penetapan gubernur di Jogja tidak melalui pemilihan umum (Pilkada).
Melainkan berdasarkan Undang-Undang Keistimewaan yang mengatur bahwa Raja atau Sultan Jogja otomatis menjadi gubernur.
“Proses ini menggarisbawahi pentingnya memastikan siapa yang menjadi penguasa Keraton Jogja terlebih dahulu. Suksesi internal di Keraton harus diselesaikan sebelum Presiden dapat menetapkan gubernur,” ungkapnya, belum lama ini.
BACA JUGA: Meriahnya Sedekah Bumi Desa Lahar Pati, Warga Ramai Berebut Ambil Berkat
Pihaknya menambahkan, proses ini tidak melibatkan masyarakat luas karena merupakan urusan internal Keraton, termasuk perdebatan antara Paugeran dan Sabda Raja yang masih belum terselesaikan.
“Karena tidak seperti Pilkada, jadi tidak ada kewajiban bagi penetapan gubernur di Jogja untuk bersamaan waktunya dengan pelaksanaan Pilkada di daerah lain. Penetapan ini bisa dilakukan any time sesuai dengan kondisi internal Keraton,” jelasnya.