SEMARANG, Joglo News – Menjadi seorang psikolog yang juga penyandang disabilitas tidaklah mudah.
Berbagai macam proses dan tantangan selalu dihadapi hari demi hari.
Meski begitu, Theresia Rina Dwi Pangestuti (51) pantang menyerah.
BACA JUGA:Membludak, Warga Juwana Pati Olah Enceng Gondok Jadi Pupuk
Pendamping Roemah Difabel sekaligus psikolog itu menjalani kesehariannya bersama anak-anak penyandang disabilitas melalui kelas etika di Roemah Difabel.
Sejak usia 5 tahun, Rina harus menelan rasa pahit karena mengidap polio yang membuatnya tidak bisa berjalan menggunakan kedua kakinya.
Saat memasuki usia sekolah dasar (SD), kedua orang tuanya berusaha menyekolahkan Rina ke sekolah formal.
BACA JUGA: Bakal Cabup Jepara, Witiarso Utomo Bagikan 1 Ton Beras kepada Warga Miskin
Hal itu diungkapkan Theresia Rina saat ditemui Joglo Jateng
“Dari SD sampai SMA saya berangkat sendiri tidak diantar. Naik angkot. Kendalanya saya survive sendiri saya harus duduk di depan. Kalau tidak saya harus nunggu orang yang (duduk, Red.) di depan pindah untuk saya. Waktu itu banyak orang yang memberikan duduk ke depan,” ucapnya, Senin (1/7).
Perempuan kelahiran Semarang itu bertekad untuk masuk ke jurusan psikologi setelah lulus dari SMA Kesatrian pada tahun 1992.